Minggu, 13 Desember 2009

Program Penanggulangan TBC


Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka kematian yang disebabkan oleh TBC.

Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil disembuhkan.

WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TBC tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TBC baru dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang pada umur produktif dari 15 sampai 54 tahun. Dinegara-negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia. Dengan munculnya HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat.

Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. WHO 1999 memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru dengan kematian sekitar 140.000.

Penyakit TBC tidak hanya merupakan persoalan individu tapi sudah merupakan persoalan masyarakat. Kesakitan dan kematian akibat TBC mempunyai konsekuensi yang signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik individu, keluarga, masyarakat, perusahaan dan negara.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan melalui Program TBC Nasional, telah bekerjasama dengan Rumah Sakit (RS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dokter praktek pribadi, organisasi keagamaan dan ingin meningkatkan kerjasama dengan kelompok masyarakat pekerja dan pengusaha. Peningkatan perhatian dari pengusaha terhadap penyakit TBC di sektor dunia usaha sangat diperlukan. Guna mensukseskan aktivitas pengawasan TBC, pengobatan yang teratur sampai terjadi eliminasi TBC di tempat keja.

Setiap tempat kerja mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit TBC pada pekerjanya terutama pada blue collars (karena pendidikan rendah, higiene sanitasi perumahan pekerja, lingkungan sosial pekerja, higiene perusahaan). Pengusaha diharapkan ber partisipasi aktif terhadap penanggulangan TBC di tempat bekerja pada saat seleksi pekerja, higiene sanitasi di perusahaan, gotong royong perbaikan perumahan pekerja bekerjasama dengan puskesmas setempat.

Pengawasan TBC ditempat bekerja memberikan keuntungan yang nyata kepada perusahaan dan masyarakat. Pekerja yang menderita TBC selain akan menularkan ke teman sekerjanya juga akan mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja, sehingga akan mengakibatkan hasil kerja menurun dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi perusahaan tempat penderita bekerja. Penemuan penderita baru dan pengobatan dini akan memberikan keuntungan bagi penderita, perusahaan dan program pemberantasan TBC Nasional.

Untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pelaksanaan DOTS di klinik perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha dan masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja.

Dasar kebijakan program penanggulangan TBC di tempat kerja

1. Undang-undang no.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
2. Kebijakan teknis program kesehatan kerja
3. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994 (Indonesia –WHO joint evaluation on National TB Program)
4. Lokakarya Nasional Program P2TB pada September 1994
5. Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994
6. Rekomendasi “Komite Nasional Penanggulangan Tuberkulosis” 24 Maret 1999

Visi
Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan di tempat kerja

Misi

1. Menetapkan kebijakan, memberikan panduan serta membuat evaluasi secara tepat, benar dan lengkap
2. Menciptakan iklim kemitraan dan transparansi pada upaya penanggulangan penyakit TBC di tempat kerja.
3. Mempermudah akses pelayanan penderita TBC untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar mutu

TUJUAN
Secara umum kegiatan penanggulangan TBC ini diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit TBC pada pekerja untuk mencapai peningkatan kemampuan hidup sehat agar tercapai produktivitas yang optimal.

Dan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan tersebut secara khusus adalah :

* Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positip yang ditemukan ditempat kerja.
* Tercapainya cakupan penemuan penderita baru secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positip.
* Tercapainya pelayanan kesehatan yang paripurna, terjangkau, adil & merata mencakup 80%

Strategi Penanggulangan TBC di tempat kerja sesuai dengan Strategi Nasional

Paradigma Sehat

1. Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan penderita TB sedini mungkin, serta meningkatkan cakupan Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat
2. Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu

Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO

1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan (tripartite), termasuk dukungan dana.
2. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
3. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
4. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC

Peningkatan mutu pelayanan

1. Pelatihan seluruh tenaga pelaksana
2. Mengembangkan materi pendidikan kesehatan tentang pengendalian TBC mengunakan media yang cocok untuk tempat kerja
3. Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
4. Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
5. Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuk KPP (Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana mandiri).
6. Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan
7. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
8. Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
9. Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan teratur lengkap dan benar.
10. Pengembangan program dilakukan secara bertahap
11. Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan perusahaan , organisasi pekerja mengenai dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC kontrol yang efektif, mencakup kontribusinya dalam pengendalian TBC di tempat kerja.
12. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
13. Membuat peta TBC sehingga ada daerah-daerah yang perlu di monitor penanggulangan bagi para pekerja.
14. Memperhatikan komitmen internasional.

KEGIATAN
Kegiatan penanggulangan TBC di tempat kesja meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja, peningkatan gizi kerja

Upaya preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TBC.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.

Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control)

* Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
* Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
* Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
* Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan

Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control)

* Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
* Pencatatan pelaporan
* Monitoring dan evaluasi

Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :

* Sistem ventilasi yang baik
* Pengendalian lingkungan keja

Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain :

* Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, cara minum obat dll.
* Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)
* Peningkatan gizi pekerja
* Penelitian kesehatan

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :

* Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatan yang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC
* Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja
* Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
* Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu prioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
* Pengelolaan logistik

Upaya kuratif dan rehabilitatif
Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus dipantau.

Agar terlaksananya program penanggulangan TBC ditempat kerja perlu adanya komitmen dari pimpinan perusahaan / tempat kerja dan kerjasama dengan semua pihak terkait untuk melaksanakan Program Penanggulangan TBC didukung dengan ketersediaan dana, sarana dan tenaga yang professional.

Keberhasilan pengobatan TBC tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur. Dalam hal ini, PMO di tempat kerja akan sangat membantu kesuksesan Penanggulangan TBC di tempat kerja.

Sumber :
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, dalam :
http://astaqauliyah.com/2007/02/17/program-penanggulangan-tbc/
17 Februari 2009

Sumber Gambar:
http://web.rollins.edu/~jsiry/Map-Tuberculosis.gif

Tuberkulosis, Bukan Hanya Di Paru, Tetapi Di Payudara, Rahim dan Testispun Bisa


Penyakit tuberkulosis (TBC), yang kumannya pertama kali ditemukan oleh Robert Koch telah saya ketahui sejak tahun 50-an, ketika masa anak-anak dulu. Tetangga kami ada yang menderita TBC paru. Jadi sering mendengar tentang batuk darah, dst yang sangat menakutkan kala itu. Penderita akan meninggal secara pelan tapi pasti, karena keterbatasan obat yang ada.

Diakhir tahun 70-an, sebelum ditemukannya penyakit AIDS, kasus TBC paru pernah mereda sampai jumlah yang sangat minim di Indonesia.

Tetapi saat ini setelah merebaknya HIV-AIDS, penyakit TBC tidak berkurang, namun bertambah. Bertambah dalam jumlah pasien dan bertambah pula organ yang dapat terkena, tidak terbatas hanya pada paru-paru. Malahan dinegara maju seperti Eropa, Amerika dan Australiapun  kasus TBC dijumpai dengan insidensi yang meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah kasus HIV-AIDS. Kenapa begitu?

Tuberkulosis dimasukkan kedalam golongan infeksi opportunistic, yaitu infeksi yang akan muncul dan menjadi berat, jika tubuh seseorang dalam keadaan lemah atau pada saat daya tahan tubuh seseorang menurun atau menjadi lemah. Contoh : pada penderita HIV-AIDS, pada penerima cangkok organ karena resipient ini harus mendapat terapi steroid/immunosupressant yang bertujuan untuk menghindari/menekan reaksi penolakan terhadap organ yang baru dicangkokkan kedalam tubuh penerima tersebut. Kondisi tubuh yang lemah juga pada mereka yang menjalani khemoterapi , obat keras untuk pengobatan penyakit kanker yang sedang dideritanya.

Waktu kecil yang saya tahu hanyalah  TBC paru dan TBC yang mengelilingi pangkal leher bawah, sehingga membentuk mata kalung (beads), melingkari leher dan seringkali pecah mengeluarkan nanah yang sekarang saya tahu itu disebut scrofuloderma.Â

TBC adalah salah satu penyakit yang dapat menyebar luas, ke seluruh tubuh : paru, ginjal, hati, limpa, tulang belakang, bahkan ke otak, kulit, kelenjar getah bening, payudara, rahim, ovarium, testis, kandung kemih, urethra, dll. Jadi dimana-mana bisa terjadi infeksi TBC. Belakangan saya sering mendapat kasus TBC di payudara (mastitis TBC) dan di rahim (endometritis TBC).

Dokter klinisi tadinya berpikir bahwa kasus tersebut adalah tumor payudara atau tumor dan atau hiperplasia endometrium (penebalan lapisan dalam rongga rahim). Setelah dilihat dibawah mikroskop, ternyata  kedua kasus itu hanyalah peradangan oleh kuman tuberkulosis. Jadi terlebih lagi bagi kita dinegara sedang berkembang (Asia & Afrika), sebenarnya kita masih asyik berkutat menghadapi penyakit infeksi yang menjadi masalah primer dibidang kesehatan. Â

Bagi saya kejadian seperti ini surprise, karena jarang sekali ditemukan kasus TBC ditempat janggal dan tidak lumrah seperti payudara dan rahim. Sedangkan bagi pasien temuan adanya peradangan khronik-spesifik(TBC) adalah menguntungkan. Artinya dibandingkan dengan tumor/kanker, maka infeksi TBC jauh lebih mudah diobati dan disembuhkan dibandingkan penyakit kanker.

Kenapa bisa terjadi peradangan TBC ditempat yang tidak biasa tersebut? Jawabannya adalah lagi-lagi karena life style. Masyarakat  modern sekarang ini suka bereksperimen dalam segala hal, termasuk dalam bercinta, dll. Jadi terimalah risikonya…

Sumber :
Dr. Sukma Merati
http://www.sukmamerati.com/tuberkulosis-bukan-hanya-di-paru-di-rahim-dan-testispun-bisa
28 Juni 2009

Sumber Gambar:
http://sitemaker.umich.edu/medchem13/files/rccm_tuberculosis_body.gif

Waspadai Penyakit TBC - 1 Menit, 3 Nyawa Melayang

Insidensi Tuberculosis (TBC). Pasti Anda sudah tak asing lagi mendengar nama penyakit satu ini. Ya, penyakit ini hingga sekarang masih menjadi salah satu penyakit menular yang terbesar di negara berkembang, bahkan Indonesia menduduki peringkat ketiga yang penduduknya menderita penyakit tersebut.

Tak tanggung-tanggung, sudah banyak korban jiwa yang berjatuhan karena TBC. Data dari LSM Kesehatan di Sumut, dalam hitungan satu menit ada tiga korban jiwa meninggal di Indonesia. Artinya, dalam durasi satu jam ada sekitar 180 jiwa orang yang meninggal dunia akibat “serangan” penyakit ini. Itu baru satu jam, bisa dibayangkan berapa banyak pengidap penyakit ini yang meninggal dunia dalam setahun.

TBC timbul akibat adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis. Ini adalah salah satu bakteri yang hidup dalam tubuh manusia. Bakteri ini menjadi jahat jika ia berada lingkungan yang tidak sehat dan tubuh yang kurang gizi ataupun karena asap. Tak hanya paru-paru, TBC juga menyerang kulit, kelenjar limfa, tulang, dan selaput otak.

Menurut dr Arlina, dokter yang konsen terhadap penyakit TBC mengatakan, TBC lebih banyak menyerang orang termarginal atau kaum papa. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan tempat asal tempat tinggal mereka yang indentik dengan lingkungan tidak sehat atau jorok. Sehingga bakteri Mycobacterium tuberculosi yang ada di dalam tubuh semangkin mengganas sehingga menjadi jika tidak diatasi menjadi TBC.

”Apalagi bagi yang tidak memiliki daya tahan tubuh tinggi, memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk terserang TBC. Karena itulah, mulai dari dini hendaknya kita mulai membiasakan hidup bersih dan makan-makanan yang sehat, sehingga kondisi daya tahan tubuh tetap terjaga,” ungkapnya menjelaskan.


Sebagai Aib

Pada zaman penjajahan dulu, kata dr Arlina, penyakit ini dianggap sebagai penyakit aib. Di mana si penderita dicap memiliki penyakit kutukan, sehingga harus diasingkan dari keluarga bahkan masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan teknologi dengan penemuan obat-obatan terhadap penyakit menular salah satunya TBC, penyakit ini sudah hal biasa, penyakit yang dapat disembuhkan.

Hanya saja syaratnya, lanjut dr Arlina, penderita harus rajin minum obat yang diberikan dengan jangka waktu 6 bulan. Obat ini diberikan secara cuma-cuma atau gratis di masyarakat yang tidak mampu. Apabila penderita bandel, tak mau meminum obat dengan teratur, penyakit ini dapat menjadi ganas.

dr Arlina menambahkan, bahwa sebenarnya di setiap tubuh manusia sangat berpotensi terkena penyakit ini, hal ini disebabkan karena adanya bakteri mycobacterium tuberculosis yang ada dalam tubuh. Secara alamiah, bakteri ini tidak memiliki sikap jahat terhadap tubuh, sepanjang kita selalu untuk hidup sehat.”Dari hasil penelitian dibuktikan, yang paling tinggi mengakibatkan TBC adalah dari lingkungan yang tidak sehat, ditambah kurangnya asupan gizi yang baik,” ujar dr Arlina mengingatkan.

Selain selalu membiasakan diri dengan hidup sehat, cara pencegahan penyakit ini adalah dengan selalu dengan menutup hidung dengan masker, apabila kita sedang berbicara dengan pasien yang tekena. ”Penyakit ini cepat bereaksi dalam tubuh, baik itu melalui air liur ataupun percikan dahak. Karena itu, disarankan untuk memakai masker saat sedang berbicara dengan penderitanya,” saran dr Arlina.


Ciri-ciri Penderita TBC

Kuman TBC ini memiliki bentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (basil tahan asam). Namun, kuman ini tidak akan tahan dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada di sekitarnya, terutama yang kontak erat.

dr Arlina menjelsakan, seorang penderita TBC dapat menularkan penyakit pada 15 orang di sekitarnya. Tapi, orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC.

Biasanya, penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis selama 3 minggu yang kemudian ditandai gejala tambahan seperti demam, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.

”Gejala-gejala tersebut juga bisa dijumpai pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala di atas dianggap sebagai seorang ‘suspek tuberkulosis’ atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya,” ujar dr Arlina.


Rentan dengan HIV/AIDS

Bagi penderita HIV/AIDS, memiliki peluang yang paling besar untuk terkena TBC. Sebab HIV adalah penyakit yang menyerang daya tahan tubuh. Ketika daya tahan tubuh lemah, maka kuman TBC yang sudah ada dalam tubuh dan tertidur selama ini, menjadi bangkit dan berkembang.

Selain itu, merokok juga memiliki pengaruh yang besar. Perokok lebih mudah terserang kuman tiga hingga empat kali dibandingkan yang bukan perokok. Di tubuh perokok, kuman TBC juga lebih mudah bangkit dan berkembang dua hingga tiga kali, dibandingkan dengan bukan perokok. Pada perokok, angka penyembuhannya juga berkurang. Karena itu, agar bisa sembuh maka perokok harus menghentikan kebiasaan merokoknya.

”Gangguan kesehatan yang dapat timbul karena menurunnya daya tahan tubuh sebenarnya dapat diminimalisasi dengan penerapan prinsip-prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Kuncinya itu adalah selalu menerapkan hidup sehat,” pungkas dr Arlina menutup pembicaraan.

Sumber :
Hotma Saragih
http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25967:waspadai-penyakit-tbc-1-menit-3-nyawa-melayang&catid=58:hidup-sehat&Itemid=66
24 November 2009

TBC pada Anak-anak

Pertanyaan :

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Pertama sekali saya mengucapkan terima kasih atas kepedulian merci untuk membuka layanan konsultasi kesehatan. Saya punya masalah tentang kesehatan anak saya Dok. Anak saya berusia 3 thn. Sejak usia 8 bulan ia mengidap penyakit TBC kelenjar. Ini saya ketahui setelah saya memeriksakan kesehatannya ke dokter. Penyakit itu mempengaruhi pertumbuhan badannya hingga saat ini. Berat badannya terlalu memprihatinkan sekitar 10 Kg. Ia tidak mau makan nasi. Ia hanya makan-makanan jajanan dan meminum susu. Saya telah berupaya untuk memberi berbagai macam vitamin untuk membuat ia selera makan tapi hasilnya sama saja. ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan :

1. Apakah penyakit anak saya masih ada sehingga mempengaruhi pertumbuhan badannya
2. Apakah anak yang tidak mau makan makanan pokok seperti nasi akan mempengaruhi IQ nya.
3.Vitamin apa yang dapat membuat anak saya mau makan.

Atas penjelasan Dokter saya ucapkan banyak terima kasih.

-tomy-


Jawaban:

Wa'alaikum salam wr wb,

Pak Tomy yang berada di Batam, permasalahan yang Bapak hadapi adalah permasalahan yang cukup sering dihadapi orang tua yang mempunyai anak diatas umur 1 tahun.

Merupakan suatu masalah apabila anak yang semestinya sudah mengenal dan mencoba berbagai variasi makanan, ternyata hanya menyenangi jenis makanan tertentu dan berpengaruh kepada pertumbuhan fisik anak bahkan kadang perkembangannya

Berat badan anak Bapak yang berumur 3 tahun seharusnya sekitar 14 kg, bila sekarang hanya 10 kg berarti berat badan anak Bapak kurang kurang cukup banyak.

Memang di Indonesia penyakit TBC merupakan penyakit utama yang menjadi penyebab gangguan perkembangan anak yang mengakibatkan berat badannya kurang, tapi bila pada usia 8 bulan pernah didiagnosa dan mendapatkan adekuat baik dari segi dosis yang tepat, TBC kelenjar yang anak Bapak derita bisa sembuh total .

Namun tetap harus diwaspadai karena meski sudah sembuh TBC-nya bisa kambuh lagi. Kalau dulu yang dideritanya TBC kelenjar apakah pembengkakan kelenjar yang dulu terasa, masih ada atau terasa lagi atau tidak sekarang, masih ada keringat malam, batuk atau tidak dan harus dipastikan lagi dengan pemeriksaan foto rontgen, serta pemeriksaan laboratorium kimia darah lengkap, laju endap darah serta mantoux test bahkan kalau perlu bilas lambung untuk mengetahui ada tidaknya kuman TBC-nya.

Bila semua hasil pemeriksaan yang dilakukan hasilnya negatif , berarti anak Bapak sudah terbebas dari penyakit TBC dan penyebab berat badan anak Bapak yang kurang karena hal lain missal pada makanan yang kurang baik , faktor genetic yang kuat penyakit cacingan atau yang lainnya.

Hanya makanan pokok sebagai sumber karbohidrat yang dimakan oleh mayoritas penduduk Indonesia , bila anak Bapak masih mau makan makanan lain sebagai sumber karbohidrat atau produk olahan lain baik dari beras atau yang lainnya tidak jadi masalah

Kecerdasan intelengesi ( IQ ) faktor bawaan lebih dominan , sedangkan gizi dan pola asuh lebih menjadi pendukung .Bila anak Bapak tidak mau nasi, insya allah tidak menjadi masalah untuk IQ anak Bapak.

Sebagian orang tua , sering kali salah pengertian menganggap vitamin sebagai penambah nafsu makan . vitamin yang kita berikan merupakan suplemen atau penambah kekurangan yang tidak tercukupi dari makanan yang dikonsumsi tiap hari.
Tidak semua vitamin dapat disimpan di dalam tubuh , kecuali vitamin A,D,F,K yang dapat disimpan di dalam lemak, sedangkan vitamin lain seberapa besar vitamin yang diberikan akan diambil oleh tubuh sesuai dengan kebutuhannya dan sisanya akan dibuang .yang terbaik untuk meningkatkan nafsu makan anak Bapak adalah merubah pola makanannya.

Kesukaan jajan apalagi yang manis biasanya membuat anak jadi cepat kenyang dan tidak mau lagi bila disuruh untuk makan.jadi untuk Bapak sebaiknya menoba memberikan variasi makanan yang lebih beragam dan yang tidak kalah penting cara penyajiannya sehingga anak tertarik ,anak tidak lagi jajan di luar dan lebih suka mengkosumsikan makanan di rumah.

Demikian semoga paparan tidak bisa sedikit membantu untuk menyelesaikan permasalahan anak Bapak.

wassalaamu'alaikum,

(Dr. Iman Hilmansyah)

Sumber :
http://www.mer-c.org/penyakit-infeksi/180-tbc-pada-anak-anak.html
24 Juni 2008

Epidemiologi TBC di Indonesia

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Perkiraan prevalensi, insidensi dan kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis dari semua data yang tersedia, seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit, lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah pasien yang mendapat pengobatan dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV, angka kematian dan demografi.

Saat ini Survei Prevalensi TBC yang didanai GFATM telah dilaksanakan oleh National Institute for Health Research & Development (NIHRD) bekerja sama dengan National Tuberculosis Program (NTP), dan sedang dalam proses penyelesaian. Survei ini mengumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan dahak dari 20.000 rumah tangga di 30 propinsi. Studi ini akan memberikan data terbaru yang dapat digunakan untuk memperbarui estimasi insidensi dan prevalensi, sehingga diperoleh perkiraan yang lebih akurat mengenai masalah TBC.

Dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi Kasus 1997-2004 dan Tingkat Pelaporan 1995 - 2000] terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus sejak tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TBC secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun. [Attachment : Age Specific Notification Rate 2004]

Kekebalan Obat Ganda (Multi Drug Resistance/MDR)

Meskipun saat ini data mengenai kekebalan obat ganda/MDR di Indonesia belum tersedia, namun telah disiapkan sebuah survei untuk dilaksanakan pada akhir tahun 2005. Data mengenai hal ini dianggap penting karena beberapa alasan:

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting.

Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat. 

Karena belum adanya jaringan laboratorium nasional dengan standar dan kualitas yang memadai, generalisasi dan kualitas dari data yang tersedia tidak dapat ditentukan.

Sumber :

http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di-indonesia/article/55/000100150017/2


TBC, Bukan Bakteri Biasa


“Every Breath Counts, Stop TB Now”. Demikianlah tema besar dari peringatan Hari TBC Sedunia pada 24 Maret 2009 ini. Bila dihayati memang demikianlah adanya, nafas adalah yang menggerakkan kehidupan, jika terjadi gangguan pada nafas, niscaya irama kehidupan pun akan terganggu. Meski sebenarnya bakteri TBC juga bisa menyerang seluruh organ tubuh manusia seperti otak, tulang dan kelenjar, jadi bukan cuma organ paru-paru saja.


Bakteri yang Tangguh

Agak berbeda dengan bakteri penyebab penyakit lain, bakteri TBC memiliki dinding sel yang sebagian besar tersusun dari asam mikolik dengan cabang molekul lipid yang memberikan penghalang tak tembus di sekitar sel. Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam dan gangguan fisika kimia. Selain itu pada kondisi tidur, bakteri TBC dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun dalam udara kering maupun dingin. Setelah bangkit dari keadaan tidur, bakteri dapat kembali aktif seperti sedia kala.

Pertumbuhan bakteri TBC berlangsung secara lambat, yakni setiap sekitar 15 sampai 20 jam, sementara bakteri pada umumnya mampu berkembang biak dalam hitungan menit, misalnya saja Escherichia coli yang mampu tumbuh setiap 20 menit. Bakteri yang sedang tidur dapat membelah jika diberi antibiotik, itu sebabnya obat TBC diberikan selama enam bulan terus menerus. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua bakteri TBC dalam tubuh baik yang aktif maupun tidur telah mati.

Bakteri TBC dapat menghasilkan enzim beta laktamase yang memberinya kekebalan terhadap antibiotik dari golongan beta laktam seperti penisilin dan sefalosporin. Namun demikian mekanisme kekebalan ini dapat diatasi dengan menambahkan penghambat enzim beta laktamase pada obat TBC.

Pada umumnya kekebalan disebabkan oleh penguraian obat anti-bakteri oleh enzim atau protein tertentu dari bakteri TBC. Proses ini berawal dari jumlah yang sedikit dan kemudian perlahan-lahan bertambah seiring waktu. Telah banyak kasus kekebalan bakteri terhadap berbagai obat anti TBC, termasuk florokuinolon yang pada awal penemuannya sangat diharapkan. Demikianlah, manusia telah sekian lama berperang melawan bakteri tangguh ini.


Perang Panjang Melawan TBC

Pemberantasan TBC telah melewati berbagai fase. Era kemoterapi dalam pemberantasan TBC dimulai sejak penemuan streptomisin pada 1944 oleh Albert Schatz dan Selman Waksman. Senyawa yang ditemukan kemudian antara lain, isoniazid pada 1952 dan rifampisin pada 1967. Antimikroba yang merusak sintesis protein bakteri seperti makrolida, aminoglikosida dan rifampisin; serta antimikroba yang dapat menghambat pelipatan DNA bakteri seperti kuinolon, dapat pula digunakan untuk melawan bakteri TBC.

Penemuan-penemuan senyawa anti TBC kemudian mengarah pada terapi kombinasi obat TBC yang digunakan sampai saat ini. Dengan adanya kombinasi obat, kemungkinan kekebalan dapat dikurangi. Jika obat seperti rifampisin atau pirazinamid digunakan secara tunggal, kekebalan bakteri TBC dapat muncul hanya dalam jangka waktu enam sampai delapan minggu.

Penanganan TBC masih terus menjadi tantangan besar untuk para tenaga kesehatan. Untuk memutuskan rantai penularan perlu pula mendapati perhatian lintas sektoral karena berkaitan dengan faktor sosial budaya dan tempat hunian. Namun pada dasarnya penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Selain itu diperlukan juga kepedulian dan pengawasan dari tenaga kesehatan untuk mengawal perkembangan terapi pasien. Penyebab TBC memang bukan bakteri biasa, karena itu diperlukan konsistensi dan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi untuk mencapai hasil terapi yang optimal.

http://en.wikipedia.org/wiki/Tuberculosis

Sumber :

Fajar Ramadhitya Putera

http://netsains.com/2009/04/tbc-bukan-bakteri-biasa/

12 April 2009



Sumber Gambar:
http://www.wadsworth.org/databank/hirez/mcdonp4.gif

Mengatasi TBC dengan Pengobatan yang Sesuai


Pengobatan TBC secara tepat, secara tidak langsung akan mencegah penyebaran penyakit ini. Beberapa obat yang biasanya digunakan, yakni :


Isoniazid (INH)

Obat yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) ini merupakan prodrug yang perlu diaktifkan dengan enzim katalase untuk menimbulkan efek. Bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel mikrobakteri.


Rifampisin / Rifampin

Bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel bakteri.


Pirazinamid

Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri.


Streptomisin

Termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara menghambat sintesis protein.


Ethambutol

Bersifat bakteriostatik. Bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri dengan meningkatkan permeabilitas dinding.

Dalam terapi TBC, biasanya dipilih pemberian dalam bentuk kombinasi dari 3-4 macam obat tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri terhadap obat. Dosis yang diberikan berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat keparahan infeksi. Karena bakteri tuberkulosa sangat lambat pertumbuhannya, maka penanganan TBC cukup lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk membunuh seluruh bakteri secara tuntas.

Pengobatan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien telah merasa lebih baik / sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten. Jika hal ini terjadi, maka TBC akan lebih sukar untuk disembuhkan dan perlu waktu yang lebih lama untuk ditangani. Untuk membantu memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan benar, keterlibatan anggota keluarga atau petugas kesehatan diperlukan yaitu mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat yang hendak dikonsumsi. Oleh karena itu, perlunya dukungan terutama dari keluarga penderita untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan.

Obat diminum pada waktu yang sama setiap harinya untuk memudahkan penderita dalam mengonsumsi obat. Lebih baik obat diminum saat perut kosong sekitar setengah jam sebelum makan atau menjelang tidur. [Cyn]

Sumber :

http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/04/mengatasi-tbc-dengan-pengobatan-yang-sesuai/

25 April 2009



Sumber Gambar:
http://www3.niaid.nih.gov/NR/rdonlyres/2F9ECA9E-B9F9-4E93-947E-494E06764B88/0/simple2.jpg

Perangi TBC

10 FAKTA PENTING MENGENAI SITUASI TBC DI INDONESIA 

1. Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia

2. Secara nasional, TBC ?membunuh? kira-kira 140.000 orang setiap tahun
3. Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
4. Indonesia merupakan penyumbang kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
5. Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % - 4,4 % ( menurut data 1972-1987 ).
6. Sekitar ¾ pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif.
7. Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC.
8. Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas diberikan dalam bentuk Kombipak.
9. Tahun 1999 merupakan dimulainya era penting dalam penanggulangan TBC di Indonesia, karena dibentuknya GERDUNAS-TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TBC) yang merupakan wujut nyata kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dalam penanggulangan TBC di Indoensia.
10. Penelitian ekonomi kesehatan di Indonesia menemukan bahwa jika pengobatan dapat diterapkan secara dini, setiap US$ 1 yang untuk program penanggulangan TBC, maka akan dapat menghemat US$ 55 dalam waktu 20 tahun.


10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC

1. Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

2. TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit menular lainnya.
3. Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari.
4. Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.
5. Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
6. Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC.
7. Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.
8. Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ? 15 orang dalam jangka waktu 1 tahun.
9. Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara.

10. Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.


10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PERPINDAHAN PENDUDUK

1. Sekitar 50 % dari jumlah pengungsi di seluruh dunia kemungkinan telah tertular TBC, Setiap tahunnya, lebih dari 17.000 orang pengungsi menderita sakit akibat TBC.

2. Populasi pengungsi menghadapi peningkatan masalah akibat TBC; jumlah pengungsi dan pelarian di seluruh dunia telah berlipat 9 kali selama 20 tahun terakhir.
3. Penderita TBC yang tidak dirawat dapat menyebarkan penyakitnya secara cepat, terutama di lingkungan penampungan dan kamp pengungsi, Amatlah sulit memberikan perawatan TBC bagi penduduk yang berpindah-pindah.
4. WHO merekomendasikan bahwa TBC harus menjadi prioritas utama, sesegera mungkin setelah fase darurat bagi para pengungsi itu berlalu.
5. Turisme, perjalanan antar-negara dan migrasi menunjang terjadinya penyebaran kuman TBC.
6. Di banyak negara industri maju, paling tidak setengah dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang-orang yang lahir di negara lain.
7. Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang yang tempat kelahirannya bukan di AS
8. Jumlah kasus TBC di AS diantara orang-orang yanglahirnya bukan di AS, senantiasa meningkat setiap tahun.
9. Kaum gelandangan di negara maju merupakan golongan yang resiko tertular TBC-nya semakin meningkat.
10. Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa hampir 30 % dari populasi gelandangan di San Francisco (AS) dan sekitar 25 % dari populasi gelandangan di London (Inggris) telah tertular oleh kuman TBC ? jauh lebih tinggi daripada rata-rata nasional di kedua negara tersebut.


10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN 

1. TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh kaum perempuan.
2. Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta diantaranya akan meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC ini berusia antara 15 ? 44 tahun.
3. TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan muda usia.
4. TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan penyebab kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3 % ).
5. Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin terjangkit oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.
6. Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap penuaran HIV.
7. Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar dibandingkan jumlah penderita pria.
8. TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan kematian akibat melahirkan.
9. Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi, pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita.
10. Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan adanya upaya lebih baik penanggulangan penyakit TBC.

APAKAH DOTS ITU ?

DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat.
DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.


Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
1.  Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
2.  Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
3.  Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
4.  Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
5.  Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.

Bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling ?cost effective?.
Bangladesh : Dengan strategi DOTS, angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %.
Maldives : Angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS.
Nepal : Setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85 % - sebelumnya hanya mencapai 50 %.

RRC : Tingkat kesembuhan mencapai 90 % dengan DOTS.


Sumber :

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57

Penyakit Tuberkulosis

Latar belakang

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. 

Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 ? 1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahd an swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. 

Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).


Definisi :

Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.


Kuman Tuberkulosis :

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.


Cara Penularan :

Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.


Resiko Penularan :

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.


Riwayat terjadinya Tuberkulosis

Infeksi Primer :

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.


Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.


Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis :

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. 
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
7. Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
8. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. 


Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati :

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai ?kasus Kronik? yang tetap menular (WHO 1996).


Pengaruh Infeksi HIV :

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.


Gejala - gejala Tuberkulosis

Gejala Umum :

1. Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
2. Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
3. Dahak bercampur darah.
4. Batuk darah.
5. Sesak napas dan rasa nyeri dada.
6. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.


Penemuan pederita Tuberkulosis (TB)

Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.

Penemuan penderita TB dilakukan secara Pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive Promotive Case Finding.

Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian.Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu ? pagi ? sewaktu (SPS).


Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Anak.

Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.


Diagnosis Tuberkulosis (TB)

Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.

Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 ? 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :

Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.
- Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto rontgen dada.

ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA

Di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis Karena tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis . Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis. Misalnya pada penderita HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili.


Refleksi Hari TBC Sedunia

Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Tuberkulosis (TBC) sedunia. Tahun ini peringatan hari TBC sedunia bertemakan "Every Breath Counts, Stop TB Now!". Tema ini menekankan pada kata "breath" yang tidak hanya berarti pernapasan, tetapi juga merupakan pusat dari segala aktivitas manusia. Sehingga, rusaknya "breath" karena TBC akan mengakibatkan rusaknya segala aktivitas manusia. Tema ini sekali lagi mengingatkan kita akan bahaya TBC dan urgensi pemberantasannya. Dalam rangka memperingati hari TBC ini juga dilakukan "2nd Stop TBC Partners", forum dan kampanye Stop TBC untuk 2004-2005 yang diselenggarakan di New Delhi.


Pembunuh massal

Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TBC adalah bekteri pembunuh massal. WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian.

Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC. Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini. Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat.

Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika Serikat, hampir 40 persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar negeri. Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber penyebaran TBC. Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC. Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi TBC.

Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org) menunjukan bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua.

Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh nomor satu di kawasan ini, di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS yang berada di peringkat kedua. Sementara itu, penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD) tidak sampai sepersepuluhnya. Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini.

Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
Berdasarkan data Rumah Sakit "Prof DR Sulianti Saroso" (http:www.infeksi.com), di Indonesia tiap tahun terdapat 583 ribu kasus dan 140 ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung, setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa menularkan ke 10 orang, pada tahun berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8 juta orang. Karena itu, jelaslah bahwa TBC adalah pembunuh massal yang harus diberantas.


Terapi TBC

Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.

Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.

Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.

DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.


Imunisasi

Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.

Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.

Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.

Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.

Sumber :

Andi Utama (Peneliti Puslit Bioteknologi-LIPI dan Pemerhati Masalah Kesehatan), dalam :

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57




PERANGI TBC :
10 HAL TENTANG TBC DAN PENANGGULANGANNYA.
10 FAKTA PENTING MENGENAI SITUASI TBC DI INDONESIA
Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia
Secara nasional, TBC ?membunuh? kira-kira 140.000 orang setiap tahun
Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
Indonesia merupakan ?penyumbang? kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % - 4,4 % ( menurut data 1972-1987 ).
Sekitar ¾ pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif.
Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC.
Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas diberikan dalam bentuk Kombipak.
Tahun 1999 merupakan dimulainya era penting dalam penanggulangan TBC di Indonesia, karena dibentuknya GERDUNAS-TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TBC) yang merupakan wujut nyata kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dalam penanggulangan TBC di Indoensia.
Penelitian ekonomi kesehatan di Indonesia menemukan bahwa jika pengobatan dapat diterapkan secara dini, setiap US$ 1 yang untuk program penanggulangan TBC, maka akan dapat menghemat US$ 55 dalam waktu 20 tahun.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC
Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit menular lainnya.
Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari.
Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.
Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC.
Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ? 15 orang dalam jangka waktu 1 tahun.
Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara.
Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PERPINDAHAN PENDUDUK
Sekitar 50 % dari jumlah pengungsi di seluruh dunia kemungkinan telah tertular TBC, Setiap tahunnya, lebih dari 17.000 orang pengungsi menderita sakit akibat TBC.
Populasi pengungsi menghadapi peningkatan masalah akibat TBC; jumlah pengungsi dan pelarian di seluruh dunia telah berlipat 9 kali selama 20 tahun terakhir.
Penderita TBC yang tidak dirawat dapat menyebarkan penyakitnya secara cepat, terutama di lingkungan penampungan dan kamp pengungsi, Amatlah sulit memberikan perawatan TBC bagi penduduk yang berpindah-pindah.
WHO merekomendasikan bahwa TBC harus menjadi prioritas utama, sesegera mungkin setelah fase darurat bagi para pengungsi itu berlalu.
Turisme, perjalanan antar-negara dan migrasi menunjang terjadinya penyebaran kuman TBC.
Di banyak negara industri maju, paling tidak setengah dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang-orang yang lahir di negara lain.
Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang yang tempat kelahirannya bukan di AS
Jumlah kasus TBC di AS diantara orang-orang yanglahirnya bukan di AS, senantiasa meningkat setiap tahun.
Kaum gelandangan di negara maju merupakan golongan yang resiko tertular TBC-nya semakin meningkat.
Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa hampir 30 % dari populasi gelandangan di San Francisco (AS) dan sekitar 25 % dari populasi gelandangan di London (Inggris) telah tertular oleh kuman TBC ? jauh lebih tinggi daripada rata-rata nasional di kedua negara tersebut.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN
TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh kaum perempuan.
Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta diantaranya akan meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC ini berusia antara 15 ? 44 tahun.
TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan muda usia.
TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan penyebab kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3 % ).
Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin terjangkit oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.
Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap penuaran HIV.
Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar dibandingkan jumlah penderita pria.
TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan kematian akibat melahirkan.
Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi, pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita.
Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan adanya upaya lebih baik penanggulangan penyakit TBC.

APAKAH DOTS ITU ?
DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat.
DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.

Bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling ?cost effective?.
Bangladesh : Dengan strategi DOTS, angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %.
Maldives : Angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS.
Nepal : Setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85 % - sebelumnya hanya mencapai 50 %.
RRC : Tingkat kesembuhan mencapai 90 % dengan DOTS.

Tuberkulosis

Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus.

Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.

Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.


Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.

M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.


Jenis-jenis

1. Tuberkulosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
2. Tuberkulosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
3. Tuberkulosis pada sistem saraf
4. Tuberkulosis pada organ-organ lainnya
5. Tuberkulosis millier


Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC)

Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC.

Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC.

Penyakit TBC paru-paru dapat disembuhkan. Namun karena kekurangpekaan si penderita dan kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian pun tak jarang terjadi. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan dini untuk mencegah dan mengobati penyakit TBC.

Bakteri yang menyebabkan:

1. Mycobacterium tuberculosis
2. Mycrobacterium bovis
3. Mycrobacterium africanum
4. Mycrobacterium canetti
5. Mycrobacterium microti


A. Sebab-sebab kegagalan penanggulangan penyakit TBC:

1. Penderita dan keluarganya kurang memahami tentang lamanya pengobatan, yang biasanya memakan waktu cukup lama antara 1 hingga 2 tahun secara rutin. 

2. Rasa sakit waktu disuntik dan skala penyuntikan yang terlalu sering sering kali membuat si penderita mengundurkan diri untuk diobati. 
3. Si penderita merasa terlalu cepat sembuh, padahal pengobatan belum tuntas. 
4. Alasan jarak puskesmas atau rumah sakit yang jauh.
5. Biaya pengobatan yang kurang terjangkau untuk sebagian orang. 


B. Tanda-tanda TBC:

1. Batuk lebih dari empat minggu. Pengobatan biasa yang dilakukan seperti biasa tak mampu meredakan frekuensi batuk.

2. Batuk menahun dan berlendir, terutama waktu bangun tidur. 
3. Panas ringan (sumeng-sumeng) pada sore hari dan berkeringat pada malam hari.
4. Terdapat rasa sakit pada dada atau punggung atas.
5. Berat badan turun dan badan semakin lemah dalam beberapa tahun berurutan. 
6. Pada anak-anak sering kali dapat diraba di tepi kanan atau kirinya terdapat benjolan (pembengkakan kelenjar-kelenjar).


C. Jika Anda menduga diri Anda menderita TBC, apa yang harus dilakukan?

1. Mintalah pertolongan dokter, puskesmas, atau mintalah penjelasan kepada kader kesehatan di daerah Anda. Jangan malu untuk menanyakan secara rinci kondisi kesehatan Anda. Para medis akan memberikan obat-obatan yang memadai untuk menghilangkan TBC pada tubuh Anda. 

2. Jaga asupan makanan sebaik mungkin. Banyak makan makanan yang kaya protein dan vitamin. 
3. Istirahat dengan seimbang. Usahakan meluangkan waktu sebentar untuk beristirahat jika sudah lelah saat bekerja. 
4. Disiplin memakan obat yang diresepkan oleh dokter. 


D. Jika saudara satu rumah Anda terkena TBC, apa yang Anda lakukan?

1. Sebaiknya memeriksakan seluruh anggota keluarga untuk mengetahui apakah ada tertulari. 

2. Anak-anak harus diberi vaksin TBC.
3. Penderita yang dinyatakan petugas medis terjangkit TBC, harus makan, minum, dan tidur terpisah dari anggota keluarga lain. 
4. Penderita TBC harus berhati-hati dan selalu menutup mulut ketika batuk dan jangan sekali-sekali meludah di sembarang tempat. 
5. Bawalah segera anak-anak jika ada gejala menderita TBC. 
6. Pengobatan harus segera dilakukan dan rutin.


E. Fakta-fakta tentang Tuberculosis:

1. TB adalah penyakit serius yang menyerang paru-paru dan harus segera ditangani

2. Menular secara langsung melalui udara
3. Ada dua macam TB; 1. TB karena infeksi, 2. TB karena terjangkit
4. TB merupakan permasalahan yang telah mendunia, WHO bekerjasama dengan seluruh negara berjuang memerangi penyakit ini. 

5. Sering menyerang orang yang tidak mempunyai tempat tinggal yang layak, narapidana di penjara yang tidak memenuhi kaidah kesehatan, pemakai narkoba, dan penderita HIV.

Sumber :

http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm